BREAKING NEWS

Rabu, 29 Juli 2015

Penguatan Dollar Bisa Picu Krisis Mata Uang

Dollar sudah terlalu kuat bagi beberapa negara, berada di level tertinggi dalam beberapa tahun, yang terjadi di saat ekonomi lesu. Situasi ini menimbulkan ancaman krisis mata uang.

Mata uang Brazil, real, menyentuh level terendah dalam 12 tahun kemarin. Mata uang negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, berada di level terendah sejak krisis moneter 1998. Mata uang Meksiko dan Afrika Selatan juga terpuruk karena apresiasi dollar.

Berdasarkan sejarah, penguatan dollar berdampak besar, bahkan bisa menimbulkan bencana. Dalam reli di awal 1980an, apresiasi dollar sampai menyebabkan krisis utang di Amerika Latin. 15 tahun kemudian, dollar melambung lagi, menyebabkan ekonomi Asia Tenggara seperti Indonesia dan Thailand hancur setelah krisis perbankan. Krisis mata uang skala besar bisa memukul ekonomi global, bahkan termasuk AS, mengingat dunia kini lebih terintegrasi dibandingkan 1980an dan 1990an.

Para pengamat mengatakan tiga hal yang akan datang berpotensi memicu krisis, yaitu apresiasi dollar atas mata uang dunia, the Fed menaikkan suku bunga pada September, dan mesin pertumbuhan emerging markets, komoditas, terus merosot harganya. Banyak investor di emerging markets resah dengan kenaikan suku bunga the Fed dan penguatan dollar.

Menurut data dari the Fed distrik St. Louis, dollar menguat 20% terhadap major currencies dibandingkan tahun lalu. Kedigdayaan dollar, yang didukung oleh prospek kenaikan suku bunga the Fed, menguat 8% atas mata uang emerging markets. Tapi bila melihat lebih dekat, jauh lebih buruk bagi sebagian. Dollar menguat 61% atas ruble Rusia, 43% atas real Brazil dan 19% atas lira Turki.

Hal ini tentunya menjadi masalah besar bagi negara dan bisnis yang punya utang berdenominasi dollar. Negara seperti Turki, Meksiko dan Indonesia punya 20% utang pemerintahnya pakai dollar, menurut laporan Moody’s. Bagi perusahaan, semakin mahal utang maka semakin rendah laba dan harga saham.

Di saat yang sama, perlambatan ekonomi China menurunkan permintaan komoditas. Kondisi ini menambah kekhawatiran mengenai prospek ekonomi negara yang bergantung pada ekspor komoditas. Belum lagi beberapa negara juga punya masalah tersendiri, seperti Brazil yang sedang resesi.

Menurut para ahli, negara yang telah menjalani reformasi ekonomi, seperti India dan Meksiko, mungkin mampu bertahan dengan penguatan dollar, meski dengan susah payah. Tapi bagi lainnya, yang lambat dalam melakukan pembenahan, apresiasi dollar bisa bisa menjadi malapetaka bagi ekonomi mereka.

Sumber : StrategyDesk

Share this:

Posting Komentar

 
Back To Top
Distributed By Blogger Templates | Designed By OddThemes